LIPUTANFLORES.COM|ENDE, – Pemerintah Kabupaten Ende masih memiliki tunggakan hutang kepada pihak ketiga yang mencapai Rp 49 miliar, terutama di Dinas Pekerjaan Umum dan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
Beban ini berasal dari proyek yang telah rampung pada tahun 2024, namun hingga kini belum dilunasi.
Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) enggan mengungkap total hutang resmi Pemkab Ende, yang menimbulkan spekulasi di masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kontraktor yang terlibat dalam 128 proyek dari Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) terus menuntut pembayaran.
Pada 9 Desember 2024, kontraktor menggelar demonstrasi di Gedung DPRD Ende untuk menuntut hak mereka.
Namun, hingga Maret 2025, pembayaran belum juga terealisasi.
Pemerintah berdalih bahwa audit sedang dilakukan sebelum pencairan dana.
Bupati Ende, Yosef Benediktus Badeoda, dalam pidatonya di DPRD pada 6 Maret 2025, menyatakan bahwa pembayaran baru akan dilakukan setelah audit oleh Badan Pengawas Kabupaten Ende (Banwas).
Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci proyek mana yang akan dilunasi.
“Pembayaran akan dilakukan setelah hasil audit keluar. Mana yang perlu dibayar, mana yang tidak, nanti kita lihat,” ujar Bupati Badeoda.
Selain audit, Bupati Ende sempat menawarkan agar dana Pokok Pikiran (Pokir) anggota DPRD dialihkan untuk membayar hutang.
Namun, usulan ini menuai kontroversi karena dianggap mengorbankan program legislatif demi menutupi defisit keuangan eksekutif.
Sikap pemerintah yang tertutup dalam memberikan informasi mengenai total hutang semakin memicu ketidakpercayaan publik.
Sementara itu, proyek-proyek yang seharusnya berjalan di 2025 terhambat karena keterbatasan anggaran.
Kasus tunggakan hutang Pemkab Ende ini menjadi ujian bagi transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah.
Dengan jumlah yang tidak sedikit, publik berharap hasil audit segera diumumkan dan pembayaran dapat dilakukan sesuai hak kontraktor.